Muhammad Irhash Shalihin

Muhammad Irhash Shalihin, lebih dikenal dengan panggilan Irhash, lahir pada 8 Juni 1998 di Sabak Indah. Ia dikenal karena berbagai prestasi akademik yang ia raih selama menempuh pendidikan.

Silsilah Keluarga

Irhash adalah anak kedua dari pasangan suami-istri Abdul Mutalib dan Zuhal. Ia adalah satu-satunya anak lelaki di antara adik beradiknya. Kakek dari pihak ayahnya adalah penghulu kampung Geragai sedangkan nenek dari pihak ayahnya adalah anak kedua dari Datuk Geragai, pendiri kampung Geragai. Kakek dari pihak ibunya adalah seorang imam dan uztadz tersohor di desa Teluk Majelis, sedangkan nenek dari pihak ibunya adalah keturunan dari Moyang Bujing, seorang pendekar Melayu Timur yang berasal dari Mindanao, Filipina. Menurut cerita keluarga, Datuk Geragai adalah salah satu keturunan dari keluarga istana kesultanan Riau-Lingga yang melarikan diri atau diusir akibat suatu perkara internal istana. Hal ini membuat Irhash memiliki darah bangsawan dari ayahnya serta darah pendekar dari ibunya.

Kelahiran

Irhash lahir di saat ayahnya sedang mengalami gangguan psikis yang membuatnya tak dapat tidur selama berminggu-minggu. Beberapa hari sebelum ibunya mengandungnya, ayahnya, Talip, bermimpi berjumpa seorang kakek yang membawa seorang anak lelaki. Kakek itu berkata pada Talip, “apa engkau hendak melihat nabi Muhammad saat kecil?” Talip menjawab iya. Kemudian kakek itu pun memberikan anak lelaki yang dibawanya itu kepada Talip dan berkata “inilah nabi Muhammad saat masih kecil, jika engkau ingin tahu”. Beberapa hari setelah mendapatkan mimpi itu, istrinya, Zuhal, mengabarkan padanya bahwa ia hamil. Mendengar kabar itu, Talip lalu menceritakan mimpinya itu ke istrinya. Ia juga menceritakan mimpi itu ke sanak saudaranya. Karena mimpi tersebut, Talip percaya bahwa anaknya kelak akan menjadi penerang bagi dunia seperti halnya nabi Muhammad SAW. Proses kelahiran Irhash dibantu oleh seorang bidan bernama Sumiyati dan ayuk neneknya, yang dipanggil Nek Utih. Saat lahir, Irhash tidak menangis. Ia lahir dalam keadaan terbungkus oleh plasenta. Saat sang bidan mengoyak plasenta, Irhash ditemukan dalam keaadan terlilit oleh tali pusatnya sendiri hingga ke leher. Dengan segera bidan Sumiyati berusaha untuk melepaslan lilitan tersebut agar Irhash dapat segera bernapas. Ia lahir dengan berat 3.5 kg. Kelahiran Irhash menjadi penghibur pagi Ayahnya yang sedang sakit parah saat itu.

Kehidupan Awal

Setelah lahir, Irhash adalah bayi yang penyakitan. Ia mengalami penyakit diare yang tak kunjung sembuh, demam, dan sebagainya. Ia didiagnosis oleh dokter memiliki kelainan pencernaan. Orang tuanya pada saat itu layu hati bahwa anaknya ini dapat bertahan hidup lebih lama. Anaknya sudah tampak pucat dan tiada gairah hidup. Karena anaknya yang selalu sakit dan menangis, kesehatan Zuhal pun ikut menurun hingga badannya menjadi lebih kurus. Namun, tanpa lelah ia dan suaminya tetap berusaha untuk mengobati anaknya. Karena keadaan Irhash yang begitu, ibunya sangat sedih. Ia sangat berharap anaknya dapat bertahan hidup lebih lama dan sembuh. Ia selalu menimang anaknya dengan timangan “pintar sedunia, pintar sedunia”. Timangan “pintar sedunia” ini pun sangat terkenal di kalangan keluarga besarnya. Selain timangan “pintar sedunia”, ibunya juga sering menimangnya dengan kata “se pi-an” yang merupakan bentuk pelesetan dari “si heran”. Ibunya menggelar dia “se pi-an/si heran” karena saat masih bayi, ketika digendong, ia selalu melihat sekeliling dengan wajah dan pandangan mata yang terheran-heran. Nama Se Pi-an ini lalu menjadi panggilan akrabnya di kalangan keluarga besar dari pihak ibunya.

Hubungan dengan Saudarinya

Jarak Irhash dengan saudari-saudarinya cukup jauh. Ia terpisah sejauh 6 tahun dari ayuknya dan 12 tahun dari adiknya. Pada awalnya, kelahiran Irhash adalah hal yang tidak diharapkan oleh ayuknya, Ruqiyah, karena ia tidak ingin kasih sayang orang tuanya terbagi. Saat mengandung Irhash, ibunya masih dalam keadaan menyusui Qya. Kelahiran Irhash menyebabkan Qya tidak lagi menjadi satu-satunya pusat perhatian orang tuanya. Qya tidak terlalu merawat adiknya saat masih kecil. Namun, seiring waktu, Qya dan Irhash mulai memiliki ikatan hubungan kakak-adik. Saat kecil, Irhash dan Qya tidur sekamar bersama ibu mereka hingga Irhash berusia 8 tahun. Setelah itu, Qya tidur di kamarnya sendiri. Hubungan kakak adik Qya dan Irhash layaknya yang tergambar di film-film Amerika tentang hubungan seorang kakak perempuan remaja dengan adik laki-laki yang masih anak-anak. Qya telah beranjak remaja saat Irhash masih anak-anak. Hal ini membuat Irhash selalu ingin tahu urusan remaja Qya, layaknya anak-anak yang selalu ingin tahu. Sementara itu, Qya merasa itu adalah hal yang mengganggu saat adik laki-lakinya yang masih kecil ingin tahu urusan dunia remajanya. Namun, mereka sangat sering menghabiskan waktu bersama. Irhash yang masih anak-anak sering bermain ke kamar Qya untuk sekedar bermain atau bertanya hal-hal yang ingin ia tahu. Meski kadang Qya merasa terganggu, namun ia sering pula menceritakan kehidupan remajanya pada Irhash, mulai dari artis kesukaannya, laki-laki yang ia tidak sukai, kawan-kawan akrabnya, dan lain-lain. Irhash sangat senang mendengar cerita dunia remaja dari ayuknya itu, meski ia tidak paham sepenuhnya saat itu.

Saat berusia 12 tahun, ibu Irhash hamil kembali. Irhash tidak menyangka bahwa ia akan mendapat adik di usia segitu. Irhash pada dasarnya juga tidak mengharapkan kehadiran seorang adik, seperti Qya yang dulu juga tidak mengharapkan kehadirannya. Irhash menyangka bahwa ia akan jadi anak bungsu selamanya. Kehadiran adiknya, Dila, pun membuat kasih sayang orang tuanya terbagi. Meski awalnya Irhash tidak antusias dengan kelahiran Dila, namun ia mulai menyayanginya dan suka bermain dengannya saat ia masih bayi. Qya dan Irhash tidak terlalu membantu orang tuanya dalam mengurusi si Dila kecil. Saat Dila lahir, Qya berada di masa-masa akhir SMA-nya dan mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sementara itu, Irhash sangat fokus pada pendidikan SMP-nya.

Etnisitas

Irhash terlahir dari keluarga Melayu Timur baik dari pihak ayah maupun ibunya dan ia sangat bangga dengan identitas Melayunya itu.

Pendidikan

Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar

Saat masih di TK, Irhash belum dapat membaca. Ia baru dapat membaca ketika berada di kelas 1 SD. Irhash menempuh pendidikan TK dan SD di sekolah swasta milik PT. Mugi Triman bernama Dian Kusuma. Saat SD, Irhash dikenal sebagai anak yang sangat mudah dan cepat menangkap pelajaran. Namun, tulisan tangannya yang tidak bagus membuat gurunya seringkali menempatkan dia di peringkat kedua. Selama di SD Dian Kusuma, Irhash mendapatkan peringkat satu dan dua di kelas secara bergantian. Kebangkrutan PT Mugi Triman membuat keluarga Irhash harus pindah ke daerah tempat ibunya mengajar di desa Kuala Dendang. Keluarga harus pindah dari mes keluarga perusahaan ke rumah dinas guru di SD tersebut. Karena jarak rumah barunya dengan SD Dian Kusuma jauh, maka ia pindah ke SD 216/X Kuala Dendang saat ia di kelas IV. Selama di SD 216, ia dikenal sebagai anak yang pandai dan selalu mendapat peringkat pertama.

Sekolah Menengah Pertama

Setelah tamat SD, Irhash memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 4 Tanjung Jabung Timur, yang dulunya bernama SMP Negeri 1 Dendang. SMP tersebut dikenal sebagai lembaga pendidikan SMP sederajat terbaik di kecamatan tempat ia diam. Karena alasan itu, ia rela bersekolah di situ meski jarak dengan rumahnya cukup jauh (4,8 km). Setiap hari ia harus mengayuh sepeda selama 45 menit untuk menuju sekolah. Saat SMP, ia dikenal senagai anak yang pintar dan rajin. Ia selalu berangkat sekolah pada dini hari (pukul 05:00). Ia tidak ingin terlambat datang ke sekolah. Pada saat itu, ia belum dapat mengendarai sepeda motor dan menganggap sepeda motor adalah kendaraan yang berbahaya. Selama belajar di SMP, ia selalu meraih juara satu unum, yaitu siswa yang meraih nilai tertinggi di antara seluruh mahasiswa satu sekolah. Ia adalah siswa pertama yang dapat membawa pulang piala juara umum bergilir sejak sekolah itu didirikan karena berhasil meraih juara umum dalam tiga semester berturut-turut. Pencapaiananya ini pun menjadi viral di kecamatan Dendang. Di SMP Irhash adalah anak yang sangat menuruti peraturan sekolah, mulai dari selalu berpakaian rapi, memasukkan bagian bawah baju ke dalam celana, berpotongan rambut pendek, serta dasi yang selalu dipakai hingga mengetat ke kerah baju. Hal ini agak berbeda dengan kebanyakan siswa laki-laki lainnya yang biasanya mengeluarkan baju ke luar celana, dasi yang dikebawahkan, serta berambut panjang.

Sekolah Menegah Atas

Menginjak masa SMA, Irhash memilih untuk melanjutkan ke SMA Negeri 4 Tanjung Jabung Timur, yang dulunya dikenal dengan SMA Negeri 1 Dendang. SMA ini adalah institusi pendidikan terbaik untuk SLTA sederajat di kecamatan Dendang saat itu. Di SMA, ia mulai membuka diri terhadap pergaulan remaja dan mulai memasuki masa-masa kenakalan remaja. Irhash mulai berani mengeluarkan bagian bawah baju serta keluar ke kantin pada saat jam kosong pelajaran. Namun begitu, Irhash tetap bisa mempertahankan prestasi akademiknya, terbukti dengan ia selalu mendapatkan juara umum pula di SMA dan berhasil membawa piala umum bergilir SMA karena menjadi juara satu umum selama tiga semester berturut-turut. Irhash aktif mengikuti berbagai macam bidang lomba saat itu, seperti cipta puisi, debat bahasa Inggris, dan olimpiade Kimia. Di antara pencapaian tertingginya saat di SMA adalah keberhasilannya lolos ke tingkat nasional dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Kimia 2015 yang diadakan di Yogyakarta. Lolos ke tingkat nasional merupakan hal yang sangat jarang terjadi pada siswa yang berasal dari daerah, karena OSN tingkat nasional biasanya didominasi oleh siswa yang berasal dari perkotaan. Pada saat itu, ia adalah satu-satunya siswa perwakilan provinsi Jambi ke tingkat nasional yang bukan berasal dari kota Jambi ataupun sekolah elit di provinsi Jambi. Kemampuannya untuk menyaingi siswa-siswi sekolah elit di provinsi Jambi, meski ia berasal dari sekolah daerah membuat namanya semakin dikenal masyarakat.

Hal lainnya yang mengejutkan dari Irhash saat SMA adalah keberhasilannya mendapatkan nilai sempurna (100) pada saat ujian akhir pendidikan kewarganegaraan (PKn) dan ujian uji coba (try out) nasional kimia. Namun, saat ujian nasional yang sesungguhnya, Irhash mendapatkan nilai ujian nasional kimia 97.5. Kawan-kawannya merasa bahwa mencapai nilai sempurna seperti itu adalah hal yang mustahil, namun mereka menyaksikan sendiri bahwa itu bukanlah hal mustahil.

Peraturan sekolah yang dilanggar oleh Irhash pada saat di SMA adalah mengecat rambut serta membiarkannya panjang. Ini adalah hal yang pertentangan dengan gaya penampilan pelajar yang umunya diterapkan di Indonesia saat itu. Karena itu, Irhash dikenal dengan seorang pelajar yang berambut pirang. Irhash mulai mengecat rambutnya pada saat kelas XI dan warna rambutnya terus dipertahankannya hingga lulus SMA meskipun selalu mendapat kecaman dan kritikan dari guru-guru dan kawan-kawannya.

Sarjana

Master

Kehidupan Sosial

Masa Kecil (3-7 Tahun)

Masa kecil Irhash dijalani di lingkungan mes keluarga PT Mugi Triman. Ini membuat Irhash tumbuh di lingkungan yang plural, baik dari segi suku maupun agama. Irhash memiliki beberapa teman dekat yang adalah anak-anak tetangganya. Di antara teman dekat masa kecilnya adalah Rexi, Febi, dan Anis. Saat SD, Irhash belum bisa bersepeda. Karena itu ia selalu dibonceng oleh kawannya, Rexi, untuk berangkat ke sekolah memakai sepeda. Uniknya, sepeda Rexi tidak memiliki tempat boncengan. Karena itu, Irhash harus berdiri di atas baut gear  belakang sepeda Rexi. Rexi tidak pernah keberatan dengan hal itu. Rexi adalah kawan akrab Irhash baik di dalam maupun luar sekolah.

Anis adalah anak tetangga sebelah rumah Irhash. Meski Anis setahun lebih tua darinya, namun mereka berdua berteman dengan akrab. Anis adalah kawan Irhash dalam mengeksplorasi lingkungan tetangga sekitar mereka. Mereka biasanya mengambil jambu biji bersama dan bermain di halaman Mesjid Nurul Iman bersama.

Masa Anak-anak (8-12 Tahun)

Sejak kecil, Irhash seringkali dirundung oleh lingkungannya karena ia dianggap tidak dapat bekerja keras seperti anak lelaki pada umumnya di sana. Ia tidak tertarik pada olahraga dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca buku sains. Hal ini membuat ia agak menutup diri dari lingkungan sosial sekitarnya karena ia merasa ia tidak diterima di lingkungannya. 

Selama bersekolah, Irhash adalah anak yang disukai oleh guru-gurunya karena kepintarannya serta perilakunya yang penurut. Karena hal itu, beberapa kawan kelasnya merasa ia mendapat perlakuan istimewa dari guru-gurunya dan mereka merasa iri dengannya. Ini membuat Irhash tidak memiliki kawan sejati yang begitu banyak. Beberapa kawan kelasnya hanya ingin berkawan dengannya untuk mendapatkan manfaat darinya, terutama yang berhubungan dengan pelajaran sekolah. 

Masa Remaja Awal (13-15 Tahun)

Pada masa ini, Irhash hanya fokus pada kehidupan pendidikannya. Ia tidak memiliki banyak aktivitas sosial di luar sekolah. Jarak sekolahnya yang jauh membuat ia harus berangkat dini hari, dan ketika pulang ia merasa sangat kelelahan dan menghabiskan waktunya untuk tidur siang. Malam hari ia habiskan untuk belajar dan ia tidur lebih awal agar dapat bangun pagi. Hal ini membuat Irhash benar-benar tidak memiliki kawan dekat, baik di lingkungan luar maupun dalam sekolah.

Masa Remaja (16-18 Tahun)

Pada masa ini, ia mulai memiliki waktu untuk bersosialisasi karena ia telah memakai sepeda motor untuk pergi ke sekolah. Ia mulai membuka diri bergaul dengan kawan-kawan yang memiliki perilaku nakal. Meski tindakannya ini banyak disayangkan oleh guru-gurunya, namun ia menganggap hal itu bukanlah hal yang salah dan sudah saatnya ia bergaul dengan orang yang memiliki pandangan berbeda dengan dirinya. Ia mulai memiliki “geng”nya sendiri di sekolah dan terlibat dalam “drama sekolah”, meskipun tidak sedalam kawan-kawannya yang lain. Anggota geng yang Irhash miliki kemudian menjadi kawan-kawan terdekatnya. Namun, ia tidak memiliki kawan akrab di luar sekolah. Pada masa ini juga adalah masa labil baginya. Pasa saat berusia 17 tahun, ia lari dari rumahnya dan menghilang selama satu hari tanpa diketahui di mana keberadaannya. Kejadian ini membuat heboh satu kampung Salek. Hilangnya ia dianggap misterius serta beredar cerita-cerita mistis di balik itu di kalangan masyarakat. Ia menghilang di pagi hari dan kembali di tengah malam. Pada malam itu, seorang uztadz bahkan melaukan sholat khusus di kamarnya untuk mendoakan agar ia dapat kembali. Setelah kejadian itu, ia tiba-tiba berubah menjadi seorang yang lebih religius.

Masa Dewasa Muda (19-24 Tahun)

Irhash merasa senioritas di kampus yang pada umumnya masih berlaku di Indonesia pada saat itu adalah hal yang tidak masuk akal dan harus dihentikan.

Kehidupan Organisasi

Irhash mengikuti beberapa organisasi di sekolahnya. Saat di SMP, ia tergabung dalam organisasi siswa intra sekolah (OSIS) dan menjabat sebagai kepala bidang agama pada kelas VII. Di kelas VIII ia menjabat sebagai ketua II OSIS. Saat SMA, ia menjadi ketua palang merah remaja (PMR) sekolah serta wakil ketua OSIS.

Pada masa perkuliahan, Irhash mengikuti organisasi kampus yaitu ikatan mahasiswa kimia dan badan eksekurif mahasiswa. Irhash tidak terlalu terlibat dalam organisasi luar kampus karena ia merasa tidak memiliki cukup waktu untuk itu, terutama karena ia mengambil jurusan kimia, yang menyita waktu untuk mempelajarinya. Ia menjadi ketua divisi kajian dan riset ilmiah di HIMKI pada 2018-2019, ketua dinas Riset dan Teknologi BEM FST UNJA pada 2018-2019 dan wakil ketua BEM FST UNJA pada 2019-2020.

Comments

Popular posts from this blog

Karya Budi: Kenangan

Ruqiyah